Untuk ibu nun jauh di sana, yang bermil-mil jauhnya,
yang ku rasa kegelisahan dalam penantian.
jarak diantara kita semoga tak mengurangi lantunan doamu untukku bu.
aku bisa mendengar nada khawatirmu dari pesan singkat
ataupun suara yang kau kirim di benda kecil ini,
meski begitu kau mencoba untuk tegar,
untuk menepiskan air mata yang sebenarnya ingin kau keluarkan.
aku tahu ibu, karena gadismu sebenarnya juga seperti itu
ibu masih tergambar jelas bagaimana kau menyiapkan setiap apa yang ku butuhkan
ketika aku berangkat sekolah
kau buatkan sarapan, kau siapkan pakaian,
bahkan tak jarang kau ingin sekali menyuapiku
karena ketika pagi aku selalu terburu-buru berangkat sekolah
dan terkadang aku menolaknya dengan dalih aku sudah besar,
tak perlulah kau suapi seperti anak kecil,
makan sedikit tak apa bagiku, daripada disuapi begini,
nanti temanku bilang bahwa aku anak mamih lagi 😥
tapi kau selalu jawab, makanlah biar otakmu bisa mencerna apa kata gurumu,
biar kamu jadi orang sukses, biar kamu bisa jalan-jalan ke luar negeri
dan aku tetap menolak untuk disuapi,
ku makan dengan cepat meski hanya beberapa sendok,
dan kau bu selalu mengambil uang receh untuk tambahan saku dari ayahku,
“buat makan dikantin biar nggak kelaparan”, begitu ucapmu.
dan ketika berpamitan pun aku hanya bersalaman ala kadarnya,
“cium tangannya dihidung nak bukan di dahi”,
setiap hari selalu begitu katamu
dan ketika aku berangkatpun kau selalu menunggu di pelataran rumah,
bahkan di belakang melihatku berangkat hingga bayangan sepedaku pun hilang
begitulah setiap harinya
kau tahu bu, begitu banyak kebaikanmu yang bahkan hampir ku lupa
ketika prestasiku turun, kau ngomel pura-pura marah
padahal aku tahu sebenarnya kau juga gelisah, tak ingin gadismu ini jadi orang biasa
karena kau tahu apa cita-citaku
kau tahu bu, aku sempat tidak menyukaimu,
karena suaramu yang seperti halilintar
yang ketika memanggil namaku orang dipenjuru desapun akan tahu
dan itu membuatku malu
tapi aku tahu, kau hanya sedang membentuk mental untukku
agar ketika para senior membentakku aku sudah tak kaget lagi.
buuu enam bulan ini aku tak pulang
kau tahu sebenarnya aku rindu dan aku sungguh ingin mengatakannya
tapi bu aku takut ketika aku mengucapkannya,
butiran air mata ini akan menetes bersama rasa itu.
kau tahu bu terkadang aku mencari alasan ketika kau telepon.
karena aku tak ingin kau mendengar tangis rinduku
sehingga aku hanya ingin agar kau sms saja
tapi kadang akupun tak membalasnya apalagi aku yang terlebih dulu menanyakan kabar.
bahkan terkadang aku mengirimu pesan hanya ketika aku butuh,
butuh pulsa, butuh uang dan butuh butuh yang lain.
buuuu selalu ku ingat ketika aku pulang kau selalu menghidangkan semua yang aku mau
bahkan ketika aku pergi merantau kembali,
kau membawakan apapun yang ku butuhkan
hingga aku menangis tak mau, tak mau mebawa barang sebanyak itu.
selalu kau bilang, ini untukmu, ini untuk kakakmu,
ini untuk teman kosmu, ini untuk teman kampusmu,
bahkan ibu kos pun tak ketinggalan kau kirimi.
dan aku selalu sebal saat saat seperti itu.
bahkan uang-uang receh hasil kau menabungpun tak pernah tertinggal.
ini bawalah buat jaga-jaga ketika kau tak memegang uang
aku selalu menolak, tapi kau tahu apa,
kau selalu menaruhnya secara diam-diam dalam tasku.
hingga aku selalu mengeluh kenapa tas ku bertambah berat?
tapi itu sungguh mujarab, setiap kali di akhir bulan,
setiap kali uang di dompetku sudah tinggal struk belanjaan,
uang recehmu adalah penyelamatku bu, lihat kau berkali-kali menyelamatkan hidupku
bu ketika aku sakit, kau selalu menelpon siapapun untuk menemaniku,
kau bilang “gantikan aku untuk merawatnya sebentar saja”
tapi ketika kau sakit, aku hanya bisa berkata “istirahatlah buu”
bu dengan peristiwa peristiwa itu, terkadang aku mengingatnya bu,
dan saat ku ingat tak terasa ada tetesan basah yang mengenai pipi ini.
aku tak tahu apa yang harus ku lakukan
karena aku bukan orang yang pandai mengungkapkan perasaanku
karena aku selalu mencoba menyimpannya diam-diam.
tapi bu kali ini sebelum terlambat,
aku ingin mengatakan “Aku sayang ibu, jazakillah ibu atas pengorbananmu selama ini”
maafkan gadismu bu yang belum sempat membalasnya.
Untuk mu yang mendoakanku bermil-mil jauhnya, salam rindu anak gadis terakhirmu.
Arij